Saya Dokter Gigi, Kenapa Bicara Tentang Sampah?

Dokter Wahidin Soedirohoesodo
Dokter Wadihin Soedirohoesodo (sumber gambar : istimewa)

Oleh : Gelar S. Ramdhani

Suatu hari saya pernah kedatangan tamu ke rumah, seorang pasangan suami istri membawa anaknya yang masih duduk di bangku salah satu sekolah menengah atas terkemuka di Majalengka. Singkat kata pasangan suami tersebut bercerita maksud dan kedatangannya silaturahmi ke rumah saya, mereka menjelaskan bahwa anaknya yang saat ini masih duduk di bangku SMA, ingin melanjutkan pendidikan ke sekolah kedokteran. 

Setelah saya selesai mendengarkan penjelasan, sontak saya bertanya kepada mereka "Punten bapak ibu, apa motivasi bapak ibu menyekolahkan ananda ***** ke sekolah kedokteran?" salah satu dari mereka menjawab "Hehehe.. tentu kami ingin anak kami jadi dokter, seperti dokter Gelar. Kami melihat bahwa profesi dokter sangat terhormat, banyak orang tua yang ingin anaknya sukses jadi dokter, selain itu kalau dokter mah nyari kerja juga tidak susah, daftar PNS juga lowongan masih banyak yang kosong" Saya menarik nafas panjang mendengar jawaban tersebut, fyuhhh..... tapi bukan berarti jawaban tersebut salah, tidak ada yang salah. Saya juga punya anak, tentu saya ingin anak saya menjadi orang yang sukses dunia dan akhirat. Kenapa saya menarik nafas panjang? Saya melihat ada yang perlu diluruskan dari mindset kebanyakan orang-orang saat ini. 

Dalam berbagai literatur sejarah manusia modern, peran dokter sudah mewarnai historiografi revolusi peradaban berbagai bangsa di dunia, termasuk bangsa Indonesia. Pada pemerintahan kolonial Hindia Belanda, tidak semua pribumi dapat mengenyam pendidikan tinggi, apalagi pendidikan kedokteran, hanya orang-orang dari kalangan tertentu yang bisa sekolah kedokteran. Ini merupakan suatu bentuk ketidakadilan, pendidikan adalah hak siapapun.

Prof. Hans Pols dari University of Sidney, dalam sebuah kuliah umum di Universitas Gadjah Mada (UGM), dengan judul "The Indonesians Medical Profession in the Ducth East Indies: Medicine, Nationalism, and Decolonization". Beliau menjelaskan bahwa mahasiswa sekolah kedokteran School tot Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA) pada saat itu di Batavia (Jakarta), sering bergerak memperjuangkan hak-hak rakyat pribumi yang mendapatkan ketidakeadilan.

Salah satu dokter lulusan STOVIA yang cukup kita kenal adalah dr. Wahidin Sudirohusodo, beliau dikenal sebagai pegagas organisasi pergerakan Boedi Oetomo. Selanjutnya organisasi pergerakan Boedi Oetomo ini didirkan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh dr. Soetomo (beliau juga seorang dokter), Soeradji Tirtonegoro, dan Goenawan Mangoenkoesoemo. Berdirinya Boedi Oetomo adalah titik awal kesadaran bangsa Indonesia untuk bangkit melawan segala bentuk penjajahan serta ketidakdilan pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Maka dari itu setiap tanggal 20 Mei kita memperingati sebagai hari kebangkitan nasional. 

Dalam tiga paragraf terakhir yang saya tulis diatas, saya ingin menjelaskan kepada anda, bahwa tujuan utama profesi dokter itu untuk menolong orang agar derajat kesehetannya dapat terjaga dengan baik. Menolong orang agar tetap sehat, tidak terbatas hanya di ruangan praktek, tidak terbatas hanya di puskesmas, di rumah sakit saja. Kapanpun dimanapun, seorang dokter bisa menolong satu atau bahkan banyak orang.

Punya cita-cita jadi dokter dengan motivasi ingin punya profesi terhormat, mudah mendapatkan pekerjaan terhormat, punya penghasilan yang banyak tentu tidak salah. Tapi dengan segala hormat, menurut hemat saya pemikiran tersebut terlalu sempit. Saat saya menjani pendidikan kedokteran, saya pernah diberikan nasehat oleh dosen saya dr. Mambodiyanto, menjadi dokter adalah panggilan jiwa, jangan pernah punya motivasi untuk mengejar harta, teruslah bekerja fokus lakukan yang terbaik untuk masyarakat, biar nanti Allah yang fokus mengurus rezeki kita dari arah yang tidak tak terduga.

Saya seorang dokter gigi kenapa sangat concern dalam permasalahan sampah? karena jika sampah tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan banyak permasalahan, salah satunya menimbulkan berbagai macam penyakit yang berbahaya untuk manusia. Saya peduli dengan sampah, karena jika sampah dibiarkan tanpa dikelola dengan baik akan menjadi sumber penyakit bagi masyarakat, kalau masyarakat sakit?, maka masyarakat pasti akan mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk berobat, walaupun sebagian ada yang ditanggung BPJS, dan lain sebagainya. Bagaimana kalau yang sakit karena sampah adalah masyarakat tidak mampu, dan tidak semua tindakannya ditanggung BPJS?

Almukarom agan Oom Somara de uci menulis di facebook pribadinya pada tanggal 14 Mei 2023, beliau menutup tulisannya di facebook dengan kalimat dari Pramoedya Ananta Toer. Saya ingin menutup tulisan saya ini dengan ungkapan dari salah seorang Bapak Bangsa Tan Malaka "Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang serderhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali"

*Penulis saat ini adalah seorang guru yang mendidik anak-anak bangsa menjadi dokter gigi, di salah satu perguruan tinggi persyarikatan Muhammadiyah, sejak jadi ketua BEM senang teriak-teriak, sering juga koordinator aksi-aksi pergerakan mahasiswa alias tukang demo. 

----------------------------------------------
Simak pula tulisan Gelar S. Ramdhani lainnya klik disini
Apakah anda ingin mengetahui profil penulis tulisan ini? klik disini
----------------------------------------------

Komentar

Tulisan paling populer

Klasifikasi Maloklusi Angle dan Dewey

Klasifikasi Karies Menurut GV Black

Klasifikasi Karies Menurut ICDAS